Aksi demonstrasi yang berlangsung panas pada Jumat malam (29/8) memunculkan kekhawatiran akan potensi kerusuhan besar di beberapa titik strategis. Saat situasi mulai tak terkendali dan banyak pejabat memilih menghindar dari sorotan, dua sosok kepala daerah tampil berbeda: Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Keduanya memilih untuk turun langsung ke lapangan, menghadapi massa dengan kepala tegak dan sikap terbuka—tindakan yang jarang dilakukan di tengah tensi politik dan sosial yang sedang tinggi.
Dedi Mulyadi Hadang Kericuhan di Bandung
Di Bandung, situasi nyaris lepas kendali ketika massa yang didominasi pengemudi ojek online memadati kawasan Gedung Sate. Teriakan, nyanyian protes, dan benda-benda yang dilempar ke udara menjadi suasana yang tak terelakkan. Dalam kondisi seperti itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi justru berjalan menuju kerumunan.

Meski sempat terkena lemparan botol, Dedi tidak mundur. Ia meminta pengeras suara, lalu berbicara langsung kepada massa. Dalam hitungan menit, suasana mulai mereda. Ia mengajak perwakilan demonstran berdialog dan berjanji membawa tuntutan mereka ke forum nasional.

“Saya tidak datang untuk membela siapa pun, tapi untuk mendengarkan. Gedung Sate ini bukan milik pemerintah, tapi milik rakyat Jawa Barat, dan kita semua harus menjaganya bersama-sama,” ujar Dedi di hadapan massa. Keberaniannya mencegah pembakaran Gedung Sate menjadi sorotan publik dan menuai apresiasi luas di media sosial.
Sri Sultan HB X Buka Dialog di Yogyakarta
Sementara itu, di Yogyakarta, situasi tak kalah memanas. Ribuan pengemudi ojek online memadati kawasan pusat kota, menuntut keadilan dan perlindungan hukum. Namun suasana berubah ketika Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X muncul di tengah aksi.

Dengan pendekatan khasnya yang tenang namun tegas, Sultan HB X mengundang beberapa perwakilan pengunjuk rasa untuk masuk ke Mapolda DIY. Di sana, mereka berdiskusi tertutup, membahas tuntutan, keresahan, dan aspirasi para pengemudi.

“Mereka datang dengan harapan, bukan kemarahan. Tugas kita mendengar dan mencari jalan tengah, bukan menghindar,” ungkap Sri Sultan dalam keterangan singkat usai pertemuan.

Aksi ini dinilai sebagai langkah tepat yang mencegah meluasnya kerusuhan di wilayah Yogyakarta. Pendekatan dialog dan empati menjadi kunci meredam situasi.