Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, dikenal dengan sikap kerasnya terhadap siapa pun yang dianggap mengganggu kedaulatan negaranya. Sikap ini tidak hanya ditunjukkan melalui tindakan tegas terhadap pihak luar yang dianggap mengancam stabilitas politik maupun keamanan Korea Utara, tetapi juga berlaku di dalam negeri, terutama kepada pejabat yang melanggar aturan atau terlibat dalam korupsi.

Kim Jong-un tidak segan-segan mengambil langkah tegas terhadap negara atau individu yang dianggap mengancam kedaulatan dan stabilitas Korea Utara. Contohnya, setelah pertemuan dengan Amerika Serikat di Hanoi pada tahun 2019 yang gagal mencapai kesepakatan, Kim Jong-un dilaporkan melakukan ‘pembersihan besar-besaran’ dengan mengeksekusi seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korut bernama Kim Hyok-chol. Selain itu, penerjemah untuk Kim Jong-un dalam pertemuan tersebut, Shin Hye-young, juga dilaporkan telah ditahan di kamp penjara politik karena dianggap melakukan kesalahan interpretasi yang fatal.

Di dalam negeri, Kim Jong-un menunjukkan sikap yang sama keras terhadap pejabat yang dianggap tidak loyal atau terlibat dalam tindakan yang merugikan negara. Contohnya, pada akhir bulan lalu, Kim Jong-un dilaporkan mengeksekusi antara 20 hingga 30 pejabat di daerah yang dilanda banjir karena gagal menangani bencana tersebut. Selain itu, mereka juga menghadapi tuduhan korupsi dan kelalaian. Salah satu pejabat yang dicopot dari jabatannya adalah Kang Bong-hoon, yang menjabat sebagai sekretaris Komite Partai Provinsi Chagang sejak 2019.

Selain itu, Kim Jong-un juga dilaporkan memarahi sejumlah pejabat Korea Utara karena pelanggaran terkait kebiasaan pesta minum-minum mereka. Di daerah Onchon dan Usi, lebih dari 40 pejabat melakukan pelanggaran dengan berpartisipasi dalam pesta minum-minum berkelompok. Kim Jong-un menilai kebiasaan minum-minum dan perilaku nakal secara kolektif bertentangan dengan garis partai dalam membangun disiplin.

Dalam konteks ini, kekejaman Kim Jong-un lebih dipandang sebagai cara untuk mempertahankan kontrol penuh atas negara dan memastikan loyalitas mutlak dari lingkaran kekuasaannya. Dengan menegakkan disiplin yang ketat dan memberikan hukuman yang berat terhadap pelanggaran, Kim Jong-un berusaha menunjukkan bahwa tidak ada toleransi terhadap ketidaksetiaan atau kegagalan dalam menjalankan tugas. Hal ini juga berfungsi sebagai peringatan bagi pejabat lainnya untuk selalu menjaga loyalitas dan kinerja mereka demi stabilitas rezim dan negara.